» 07 Oktober 2019
» 23 Januari 2019
» 22 Januari 2019
» 22 Februari 2021
» 10 Februari 2021
» 11 Januari 2021
Desa melek politik dengan percontohan di Desa Sendangsari Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman adalah salah satu output atau keluaran kegiatan penelitian Hibah Bersaing yang berjudul Pengembangan Model Pendidikan Politik Bagi Pemilih Pemula yang didanai oleh Kemenristek Dikti melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPN “Veteran” Yogyakarta. Penelitian dilakukan oleh Susilastuti Dwi N (Ketua), Adi Soeprapto dan Basuki Agus Suparno (anggota).
Louncing desa melek politik ditandai dengan penyerahan secara simbolis Modul Voca Point Desa Sendangsari oleh Wakil Bupati Dra. Hj. Muslimatun, M.Kes kepada Vocal Point yang berjumlah 14 orang, di Balai Desa Sendangsari, Minggir, Sleman, Sabtu (22/10). Hadir dalam kesempatan ini komisioner KPU Pusat Dr.Sigit Pamungkas,SIP, MA Wakil Rektor III Bidang Kerjasama Dr. Singgih Saptno, Sekretaris LPPM UPNVY Dr. Hendro Widjanarko jajaran komisioner KPU DIY, KKPU Sleman dan jajaran perangkat Desa Sendangsari. Setelah launcing dilanjutkan dengan sarasehan dengan pembicara Wakil Bupati, Kepala Desa Minggir dan wakil dari Vocal Point Suratyanto.
Lounching desa melek politik juga diisi dengan pidato kunci Oleh Ketua KPU Pusat Dr. Sigit Pamungkas SIP, MA. Pada intinya menyampaikan, politik tidak bisa dihindari oleh masyarakat karena semua segi kehidupan manusia akan bersentuhan politik. Desa melek politik merupakan upaya terobosan untuk memberikan kesempatan masyarakat menyampaikan aspirasiya
Desa melek politik merupakan sarana untuk melakukan pendidikan politik masyarakat yang berkesinambungan. Masyarakat desa digugah kesadarannya sebagai warga negara yang aktif mengawal proses memilih pemimpin, mengawal proses perancanaan pembangunan serta melakukan evaluasi pembangunan yang dilakukan masyarakat. Keterlibatan secara aktif ini akan menciptakan sinergitas antara masyarakat dan pemerintah desa, khususnya dalam melakukan pembangunan wilayah.
Desa melek politik pada dasarnya sebuah imaji tentang kondisi dimana masyarakatnya mempunyai kesadaran akan perannya dalam setiap proses pemilihan pemimpinnya, serta mengawal proses pengambilan keputusan publik. Sebuah kebijakan akan berpihak kepada masyarakat juga sangat ditentukan siapa yang menjadi pemimpin. Kesadaran masyarakat sebagai warga negara akan menggiring mereka untuk aktif. Keaktifan tidak hanya sekedar dalam partisipasi pemilu tetapi justru aktif dalam pasca penetapan hasil pemilu diberbagai level. Keaktifan ini akan membentuk sebuah tiang penyangga yang kuat dalam pembangunan wilayah.
Dalam imaji sebuah desa dikatakan melek politik bukan hanya sekedar diukur secara kuantitatif yaitu berdasarkan angka partisipasi pemilih pada pemilu diberbagai level tetapi juga seara kualitatif. Partisipasi pemilih juga dilihat bagaimana masyarakat melibatkan dirinya dalam gerak pembangunan yang terjadi di wilayahnya. Gambaran desa melek politik adalah sebuah desa yang masyarkat dan pimpinannya akan bergerak bersama. Logika pembangunan yang akan diterapkan juga akan sejalan dengan logika masyarakat. Pembangunan wilayah merupakan gambaran keinginan dari masyarakatnya. Pendidikan politik kepada masyarakat merupakan satu upaya bagaimana mentautkan warga negara dan negaranya. Pendidikan politik bisa dimulai dari berbagai lini dan desa melek politik salah satu tempat yang dimana pendidikan politik berkelanjutan akan dilaksanakan.
Mengubah karakter masyarakat desa yang biasa nrimo menjadi kritis, biasanya terpinggirkan atau menjadi obyek sebuah kebijakan menjadi subyek sebuah kebijakan tidak mudah. Lebih-lebih belenggu pemerintahan Orde Baru yang menabukan bicara politik menyebabkan masyarakat “menyingkir” dari hiruk pikuk masalah politik. Tumbangnya Orde Baru serta semakin mudah dan luasnya informasi politik tidak serta merta mau terlibat aktif dalam politik.
Untuk mengerakkan masyarakat membutuhkan penggerak yang akan menjadi pelopor di lingkungannya, mengajak mereka agar peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Kritis terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Pelopor itu yang dinamakan Vocal Point. Vocal point akan mengajak masyarakat di lingkungannya tidak hanya sebagi the good voter (pemilih yang baik) tetapi juga the good citizent (warga negara yang baik). Masyarakat ketika akan menggunakan hak pilihnya mengetahui untuk apa memilih atau menggunakan hak suaranya ketika dilangsungkannya Pemilihan Umum. Pemilu merupakan pintu gerbang untuk memilih pemimpin di tingkat elite.Vocal point tidak akan mengajak masyarakat untuk bersikap destruktif, anarkis, demo-demo bila tidak setuju atas kebijakan publik yang diambil pimpinan. Vocal point akan mengajak masyarakat bersikap kritis tidak berarti menjatuhkan penguasa, atau membuat malu penguasa tapi menunjukkan ada yang perlu dibenahi, mengingatkan bila ada kebijakan yang salah dengan dukungan data dan fakta tidak berdasarkan isu.
Dalam membangun desa melek politik ini, dimulai dengan membentuk vocal point sebagai penggerak di tingkat dusun.Vocal point ini berasal dari tokoh pemuda, tokoh perempuan dan aktivis di wilayahnya masing-masing. Mereka diberi ketrampilan khusus bagaimana menggerakan masyarakat agar muncul kesadarannya untuk mengawal proses pembangunan di wilayahnya.Vocal point menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat diharapkan aktif, kritis tetapi tetap menghargai perbedaan. Kekritisan masyarakat dalam rangka ikut bersama-sama membangun wilayahnya. Vocal point inilah yang akan mengajak masyarakat kritis bukan dalam rangka menjatuhkan, membuat malu penguasa tetapi mengingatkan bila ada kebijakan penguasa yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Secara lambat laun akan berproses sebuah perubahan perilaku bagaimana masyarakat menempatkan dirinya sebagai warga negara yang aktif. Menempatkan dirinya tidak lagi sebagai obyek penguasa dan menjadi terpinggirkandi wilayahnya sendiri. Tentu saja pengembangan desa melek politik ini akan terwujud bisa penguasa menempatkan dirinya sebagai pelindung atau pengayom masyarakat.