» 07 Oktober 2019
» 23 Januari 2019
» 22 Januari 2019
» 22 Februari 2021
» 10 Februari 2021
» 11 Januari 2021
SLEMAN - Potensi karst Indonesia bermacam-macam. Mulai dari potensi ekonomi, keilmuan, dan kemanusiaan. Potensi yang tinggi ini, rupanya juga mengandung potensi risiko ekologis.
Diskusi mengenai karst digelar Selasa (27/02/2018) di Ruang Rapat lt.2 Gedung Teknik Perminyakan, dengan judul “Pengelolaan Kawasan Karst Untuk Pembangunan Yang Berkelanjutan”. Acara kerjasama dari Pusat Studi Karst LLPM UPN dan Magister Manajemen Bencana ini diisi oleh Prof. Sari Bahagiarti K. M.Sc. (Rektor UPN dan Pusat Studi Karst UPN), Dr. Eko Teguh Paripurno (Pusat Studi Penanggulangan Bencana UPN), Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo M.S (IPB), dan dipandu oleh Arif Riyanto BN. S.T., M.Si. (Geomatika UPN).
Pengurangan risiko bencana ekologis di kawasan karst dipaparkan oleh Dr. Eko Teguh Paripurno dari Magister Penanggulangan Bencana. Bicara mengenai karst, biasanya erat kaitannya dengan pengelolaan air. Dalam pengelolaan air tersebut juga mengandung unsur-unsur perlindungan dan pengawetan. ”Banyak orang bicara tentang pengelolaan tapi jarang tentang pengawetan. Misal ketika dipikirkan bagaimana pembagian saluran air, tapi jarang dipikirkan bagaimana menanam dna menyimpan air untuk koservasi,” ujar pria yang akrab dipanggil Pak ET ini.
Sekitar kawasan karst yang strategis, biasanya banyak terdapat pabrik atau perusahaan. Hal ini tentu menambah persentase kerusakan ekologis. “Contohnya jarak dari pabrik semen ke karst dan perumahan warga akan menurunkan persentase cacing tanah. Kesuburan tanah akan menurun dan mengancam lingkungan,” paparnya.
Untuk itu upaya pencegahan bisa dilakukan demi mencegah risiko alam, budaya, manusia, ekonomi, hingga fisik/infratruktur. Bentuk risiko meliputi kerugian, kerusakan, gangguan, kesehatan, dan lain-lain. Hal ini harus dihitung matang-matang sebelum melakukan pembangunan. “Akan ada risiko cepat atau lambat. Biasanya kita tidak pernah menghitung risiko yang akan kita terima. Semua keindahan perlu dikelola agar untungnya tidak lebih sedikit dari kerugiannya,” tambah beliau. (Lucia Yuriko)