DETAIL INFORMASI
Jatmiko, Ahli Geologi Pecinta Karawitan :: dipost pada 26 April 2018
smile

SLEMAN - Mengabdikan diri menjadi seorang pendidik, baik guru maupun dosen merupakan panggilan jiwa bagi beberapa orang. Salah satunya seperti yang dirasakan dosen Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta, Dr. Ir. H. Jatmika Setiawan, MT. Ia sudah mengabdikan diri menjadi dosen sejak tahun 1993.

Jatmiko mengungkapkan, baginya menjadi dosen merupakan profesi yang membahagiakan.

“Sosok yang menginspirasi saya menjadi dosen adalah eyang kakung saya. Beliau yang memberi arahan bahwa jadi dosen adalah orang yang bisa membuat pintar,” kata Jatmiko saat ditemui usai mengajar, Rabu (25/04/2018).

Sosok lainnya yang menginspirasi, lanjut pria kelahiran Yogyakarta, 11 April 1964  adalah Prof.Dr.Sukendar Asikin, dosen Institut Teknologi Bandung,seorang ahli tektonik yang merupakan dosen pembimbingnya.

“Saya menjadi dosen karena saya senang. Saya bisa ikut membuat generasi tambah pintar. Seperti Hadis Nabi bahwa manusia yang paling baik di sisi Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain,” kata dosen ahli dalam bidang geologi struktur, tektonik, geowista, geoheritage, geopark dan sloop stability.

Di tengah kesibukannya  mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat, Jatmiko masih bisa menekuni minatnya di bidang seni. Jatmiko sangat piawai dalam memainkan alat musik karawitan yaitu saron dan kendang.

Karawitan bagi ayah dari Purwaning Tyas Setiawati dan M Nurjati Setiawan  sudah mengalir di dalam darahnya. Sedari kecil, ia bersama saudara - saudaranya diajarkan memainkan alat kesenian tradisional tersebut oleh kakek dan kedua orang tua yang merupakan seniman.

“Eyang dan bapak saya adalah seniman tradisional Jawa yang mumpuni. Bapak bisa pegang semua alat musik jawa dan fasih. Bapak saya juga bisa memainkan wayang orang dan jadi dalang. Ibu suka nembang. Kemampuan saya hanya 20 persennya dari Bapak,” ceritanya.

Bagi Jatmiko, olah seni terutama karawitan merupakan salah satu caranya mengungkapkan isi hati dengan cara halus dan mengagumkan.

“Karawitan adalah cara saya dalam melestarikan atau nguri-uri kabudayaan luhur tinggalan nenek moyang yang adi luhung. Seni ini adalah tinggalan para wali untuk berdakwah ajaran agama,” tuturnya.

Jatmiko berlatih karawitan setiap Kamis malam dan seni macapat (tembang atau puisi tradisional Jawa) setiap Jumat malam.

Selain piawai memainkan alat musik, Jatmiko juga menjadi wiraswara yaitu  sebutan untuk vocalist pada karawitan. Tembang atau lagu yang sangat ia sukai yaitu Dhadhanggula Sidoasih. Tembang ini menceritakan kesetiaan sebagai suami istri. Jatmiko mengatakan kadang ia menyanyikan tembang tersebut pada acara pernikahan sebagi petuah untuk pengantin.

Kecintaannya terhadap seni karawitan mengantarkan dirinya menjadi Penangungjawab UKM Seni Karawitan di UPNVY. Ia bersama para pelatih gamelan mengajari mahasiswa memainkan kesenian tersebut.

Setiap acara wisuda dan kegiatan besar lainnya UKM Seni Karawitan selalu menjadi penampil.

“Saya senang bisa mengajari anak-anak mahasiswa. Mungkin itu panggilan jiwa saya untuk membawa generasi muda menyukai seni tradisional,” pungkasnya. (wwj/humas)