» 07 Oktober 2019
» 23 Januari 2019
» 22 Januari 2019
» 22 Februari 2021
» 10 Februari 2021
» 11 Januari 2021
SLEMAN - Siapa sangka bongkahan batu raksasa yang menjulang tinggi, megah dan menawan yang kini menjadi salah satu destinasi hit di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu dulunya adalah lokasi tambang.
Tebing Breksi yang berlokasi di Dusun Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman adalah tebing batu yang ditambang oleh masyarakat sejak tahun 1980-an.
Batu ini dimanfaatkan sebagai fondasi rumah, mendirikan dinding, membangun sumur, dan lain sebagainya.
Tahun 2013 penambangan dihentikan. Perubahan itu diawali ketika tim konservasi yang terdiri dari Pemerintah Daerah DIY dan para peneliti dari UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) mempublikasikan penemuan yang menyatakan Tebing Breksi merupakan endapan abu vulkanik letusan gunung api purba.
Tebing Breksi lalu dimasukkan dalam daftar situs warisan geologi. Artinya tebing bekas lahan tambang ini merupakan situs atau area geologi yang memiliki nilai-nilai penting di bidang keilmuan, pendidikan, budaya, dan nilai estetika. Akhirnya pada akhir bulan Mei 2015 Tebing Breksi diresmikan sebagai objek wisata.
Dalam laporan penelitian berjudul Geoheritage Yogya, Geowarisan Babad Bumi Mataram. Menyingkap Riwayat Geologi, Babad Tanah Jawi (2014) yang disusun oleh Tim Geoheritage Teknik Geologi UPNVY dijelaskan masa kejayaan Gunung Api Purba berlangsung selama Oligosen Miosen Tengah sekitar 16-36 juta tahun lalu.
Tim penyusun yang terdiri dari para pakar Geologi UPNVY yaitu Dr C. Prasetyadi, Prof. Dr. Bambang Prasthistho., Dr. Jatmika Setiawan, Ir. Achmad Subandrio, MT., dan Adi Sulaksono,ST. MSc., menjelaskan bahwa Pulau Jawa yang tadinya merupakan penyatuan antara lempeng paparan Sunda dan lempeng kecil (mikrokontinen) Jawa Timur 'ditabrak' dari Selatan oleh lempeng Indo-Australia yang beringsut ke Utara dan menunjam di zona palung di selatan Pulau Jawa yang berarah Barat-Timur.
“Kejadian inilah yang merupakan peristiwa utama sejarah pembentukan Pulau Jawa, yaitu proses pembentukan gunung api-gunung api yang tersebar di bagian selatan Pulau Jawa yang kemudian menjadi tulang punggung Pulau Jawa,” kata Jatmiko Setiawan, salah satu peneliti saat ditemui di Kampus UPNVY, Condongcatur, Rabu (23/05/2018).
Dosen Teknik Geologi tersebut memaparkan Tebing breksi (Breksi Tuf) adalah tumpukan debu vulkanik hasil letusan maha dahsyat dari Gunung Api Semilir sekitar 15 juta tahun lalu, tebalnya mencapai 300 meter. Sebaran abu vulkaniknya ke Timur hingga sebelah Barat waduk Gajahmungkur, ke Selatan sampai Australia bagian Utara dan ke Barat sampai Johor Malaysia. Setelah itu muncul gunung api baru di tengah kalderanya yang disebut sebagai Gunung Api Nglanggran di Gunung Kidul.
“Ketebalan tumpukan abu vulkanik di Candi Ijo yang terkenal dengan nama Tebing Breksi. Ini adalah yang paling tebal di seluruh dunia, sisa penambangan sekitar 40x150 meter kita deliniasi menjadi salah satu Geosite di dalam Geoheritage Jogja,” ujarnya.
Selain Tebing Breksi, tim Geologi UPNVY juga menemukan ada 8 situs lainnya atau singkapan batuan yang memiliki nilai geologi penting. Penemuan tim Geologi UPNVY tersebut kemudian dikukuhkan oleh Kementerian ESDM melalui Surat Keputusan (SK) Penetapan 9 Kawasan Konservasi Geoheritage di DIY. Sembilan Geosite tersebut yaitu Gamping Eosen, Lava Bantal, Breksi tuf (Sleman), Gunung Api Purba Nglanggan, Fossil Burrow Kali Ngalang, Gunung Batur (Gunungkidul), Gumuk Pasir Parangtritis (Bantul); Gua Kiskendo, dan Mangan Kliripan (Kulon Progo).
“Ke 9 titik Geosite tersebut tahun ini kita ajukan ke Menteri ESDM untuk dijadikan sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG),” katanya.
Pengajuan geosite tersebut sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) untuk mendapatkan perlindungan (konservasi), sehingga dapat digunakan untuk fungsi wisata, edukasi, pembangunam berkelanjutan dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Dampak Masyarakat
Diakui Jatmiko, setelah penemuan situs geotapak Breksi ditetapkan oleh Kementerian ESDM, pemeritah daerah dan para peneliti melakukan persuasi kepada masyarakat terkait penghentian penambangan. Saat itu reaksi masyarakat kurang baik, pasalnya mata pencaharian yang ditekuni selama ini kemudian hilang.
“Kami terjun langsung dan waktu itu tahun 2014. Kami berhasil nderekke Sultan HB X ke Tebing Breksi untuk merayu warga agar mau menghentikan penambangan,” ceritanya.
Meskipun ragu, warga tetap bersedia ikut berjuang mengubah lokasi yang dulu merupakan area tambang menjadi tempat yang representatif sebagai destinasi wisata. Kini warga yang dulunya menjadi penambang batu beralih profesi menjadi pemandu wisata.
“Pertamanya susah, tetapi karena kami gigih mendampingi Dinas Pariwisata Sleman untuk selalu memberi sosialisasi Geoheritage dan pembentukan kawasan wisata akhirnya berhasil. Pendapatan mereka sekarang sudah mencapai Rp 3-4 M per tahun, yang dahulunya mereka menjual batu hanya 250 ribu per truk,” kata kata dosen ahli dalam bidang geologi struktur, tektonik, geowista, geoheritage, geopark dan sloop stability.
Setelah dijadikan objek wisata, Tebing Breksi menarik banyak wisatawan. Pada hari Senin sampai Jumat pengunjung bisa mencapai 500 orang. Jumlah pengunjung melonjak hingga 1.500-an orang pada Sabtu-Minggu sejak Januari 2016.
Saat berkunjung ke Indonesia pada Juni 2017, Barack Obama juga sempat bertandang ke Tebing Breksi. Tebing Breksi baru-baru ini meraih juara kategori Wisata Baru Terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia yang digelar Kementerian Pariwisata tahun 2017.
Belajar dari keberhasilan Breksi, Jatmiko dan tim Geologi UPNVY kini sedang mendampingi Pemerintah Kabupaten Kalimantan Selatan untuk mempersiapkan Pegunungan Mereatus menjadi Geopark Nasional. (wwj/humas)
sumber foto : www.wisatayogyakartamagelang.id