» 07 Oktober 2019
» 23 Januari 2019
» 22 Januari 2019
» 22 Februari 2021
» 10 Februari 2021
» 11 Januari 2021
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 SR yang dimutakhirkan menjadi 7,4 SR mengguncang Palu, Donggala da Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (28/10/2018) petang lalu.
Gempa yang disusul dengan gelombang tsunami dan fenomena alam likuifaksi di sejumlah titik di Kota Palu, membuat ribuan korban berjatuhan dan ratusan luka-luka, akibat tertimpah runtuhan bangunan dan tertimbung lumpur yang keluar dari perut bumi.
Pasca kejadian tersebut, muncul sejumlah pendapat para ahli geologi baik dalam dan luar negeri, terkait penyebab terjadinya tsunami pascagempa yang melululantahkan Kota Palu dan Donggala.
Sejumlah pendapat tersebut justru menuai kontroversi dalam beberapa diskusi yang beredar saat ini, karena banyak yang beranggapan tsunami dipicu oleh gempa dan longsoran bawah laut.
Pakar Mitigasi Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta Dr. Eko Teguh Paripurno menilai, sejumlah pendapat tersebut hanya menjadi perdebatan, karena menurutnya patahan mendatar cenderung tidak menghasilkan tsunami dan gempa yang cukup besar.
"Demikian juga adanya longsoran bawah laut. Itu cenderung tidak menghasilkan tsunami atau gempa yang cukup besat,"kata Eko Teguh Paripurno di Mamuju, sebelum bertolak ke Palu mewakili Kelompok Bidang Keahlian Geologi Dinamis UPN "Veteran" Yogyakarta, yang dipimpin oleh Dr. Carolus Prasetyadi.
Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta itu menjelaskan, ada pendapat lain yang perlu dipertimbangkan terkait pemicu terjadi tsunami di Palu dan Donggala.
Menurutnya, kehadiran tsunami di Palu dan Donggala lebih disebabkan oleh trans tension pull a part yang membentuk pull a part basin.
"Pada pendekatan ini, teluk Palu merupakan pull a part basin dari patahan Palu-Koro, seperti halnya danau Matano yang dibentuk oleh patahan Matano,"ujarnya.
"Jadi bukan bergesernya, tapi terjadi pemekaran dalam jalur patahan besar, dan itu bukan satu garis tapi banyak zona yang ada bagiannya yang merupakan pull a part basin,"tambahnya.
Dikatakan, pada umumnya teori tentang penyebab tsunami yang berkembang selama ini ada dua, sebagai mana yang disebutkan sebelumnya, pertama disebabkan oleh patahan horisontal dan longsoran bawa laut.
"Kedua teori ini dianggap belum mampu membentuk tsunami. Kalau patahannya mendatar seharusnya Palu itu tidak membuka, tapi kenapa dia membuka, itu dikarena adanya pull a part basin atau ada bagian yang terbuka sehingga ada amblesan, amblesan itulah yang menyebabkan adanya pelebaran di Teluk Palu
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Pendapat Pakar Mitigasi Bencana BPN Yogyakarta Soal Pemicu Gempa dan Tsunami di Sulteng,
http://makassar.tribunnews.com/2018/10/08/pendapat-pakar-mitigasi-bencana-bpn-yogyakarta-soal-pemicu-gempa-dan-tsunami-di-sulteng.
Penulis: Nurhadi
Editor: Anita Kusuma Wardana